Apa yang akan kau lakukan saat sahabatmu tiba-tiba menangis di telepon dari kota lain, atau dia langsung menceritakan aibnya yang tidak mungkin akan dibagi dengan yang lainnya? Bagaimana jika dia meminta jalan keluar karena dia sudah tak tahu lagi bagaimana mengatasi masalahnya sendiri ? Rasanya seperti mo pipis tapi ga jadi atau menelan biji kedondong, gemes, gatel tapi ga bisa melakukan apapun untuk mengeluarkannya.

Seperti postingku sebelumnya di sini, menjadi seorang sahabat memang tak mudah, tapi apa arti hidup jika kita tidak berbagi. Dan sahabat layaknya mentari, karena dia selalu ada dengan hangatnya (itu makanya aku selalu berdoa agar kelak istriku adalah sahabat terbaikku – curcol..!! -). Bagiku sahabat adalah harta-hartaku yg paling berharga, karena dia bukan pelangi yang walaupun indah tapi hanya muncul sesaat di langit. Dia adalah matahari, yang akan selalu kembali dalam janji yang tak terbantahkan.

Saat aku menghadapi keadaan diatas, aku semakin belajar bahwa hubungan antar manusia itu tidak pernah hitam dan putih, terlalu banyak daerah abu-abu yang perlu dipahami dengan bijak. Mungkin jika dia melakukan sesuatu yang melanggar hukum akan lebih mudah bagiku untuk melarangnya. Tetapi saat hal ini berhubungan dengan hati, nafsu, dan etika maka semuanya menjadi lebih rumit.

Dosenku sains sosial selalu berkata bahwa etika adalah berarti kesepakatan bersama, di dalamnya ada norma, aturan, dan moral. Etika yang berlaku di satu kelompok mungkin tidak akan berarti di kelompok lain. Memang ada nilai-nilai universal yang sudah melekat dengan nilai kemanusiaan kita. Dan ini yang seringkali terlupakan bahkan dipinggirkan kala nafsu sudah ikut bicara.

Satu pesan yang aku sampaikan, jika kamu tidak ingin menyerahkan persoalan yang membebanimu itu pada Sang Maha Pengatur, atau saat nafsu sudah menutup hati dan nalar. Maka tunggulah sampai roda hidup membenturkanmu pada kejadian yang membuatmu kembali berpikir tentang pilihan-pilihan yang telah dibuat. Manusia dibekali hati dan pikiran untuk digunakannya mencari kebenaran dan memanfaatkan semua yang telah dianugerahkan oleh-Nya.

Sudah cukup aku bicara tentang moral, karena aku dan kau adalah pendosa yang sedang mencari jalan menuju-Nya. Tapi sahabatku tolong renungkan ini. Jika kau tak lagi mendengar hatimu, maka siapa lagi yang akan kamu dengar? Jika kau tak berani lagi mengejar kebahagianmu, maka hidup siapa yang sedang kau jalani? Jika kau terus memendamnya, sebenarnya siapa yang kau bohongi, dia atau hatimu? Kejarlah kebahagianmu dan berusahalah untuk memberi yang terbaik bagi dirimu sendiri, karena saat kau mengejar kebahagiaan dan memberi yang terbaik untuk dirimu sendiri maka sebenarnya kau memberikan kebahagiaan untuk orang-orang yang kau sayangi.

– For my Dearest, to all memories & stories we’ve share –